A three day culinary adventure with Indonesian food as star... begitulah slogannya yang juga terpampang jelas di setiap baliho nya. Berawal dari Instagram-lah saya mengetahui adanya event ini dan langsung tertarik untuk mengikutinya.
Ubud Food Festival berlangsung selama 3 hari, dimulai tanggal 5 - 7 Juni *dan saya baru tiba tanggal 5 jadi otomatis ya merelakan deh beberapa sesi acaranya* Banyaknya sesi acara di UFF 2015 terasa terkesan padat namun dengan alokasi waktu yang sudah direncanakan termasuk jeda membuat setiap sesinya berjalan lancar dan tidak meribetkan setiap pengunjung atau peserta yang datang. Hanya beberapa sesi yang sisa waktunya terpaksa berjalan bersamaan namun tetap tidak mengurangi antusiasme peserta. Acaranya sendiri terbagi menjadi beberapa bagian meliputi cooking demo, masterclass, workshop, special event yang kesemuanya ini untuk mengikutinya harus membeli tiket seharga yang telah ditentukan sementara untuk beberapa acara lainnya seperti food forum, launching, yoga hingga market dan film screening dapat dinikmati secara bebas alias gratis.
Di hari pertama, 5 Juni, Ubud Food Festival menyuguhkan beberapa cooking demo yang dibawakan oleh beberapa Chef semisal Barra Pattiradjawane, yang terkenal dengan acara TV-nya Gula-Gula, Supercook dan juri di Junior Masterchef Indonesia 2 ini membuka sesi dengan menyuguhkan sajian Ambon papeda dan Ikan Kuah Kuning. Kemudian Chris Salans, yang merupakan founder of Mozaic restaurant menyuguhkan Mango Sorbet dan Crystalize Tempeh in Sweet Keluwak Sauce tanpa meninggalkan cita rasa kuliner Indonesia serta Made Lugra yang mendemonstarsikan Sate Lilit yang menjadi identitas Bali dan Kevindra Soemantri yang menyuguhkan Ayam Tuturaga dari resep sang nenek. Dan terakhir, Eelke Plasmeijer mendemonstrasikan a beyond-modern cooking technique. Sesi Masterclass dibuka oleh Janice Wong, pendiri 2am restaurant dan sekaligus peraih Asia's Best pastry chef tahun 2013-2014 dengan sajian ice cream dessert yang mewah. Sementara Chris Salans kembali dengan hidangan berkuah. Untuk food forum sembari menikmati cuaca cerah menghadirkan Sri Owen sebagai pembuka dan selanjutnya menghadirkan beragam tema seperti Street food, Rice Crisis, Spices hingga Food as Medicine. Kesemuanya dibawakan narasumber yang berbeda-beda di satu tempat, Taman Baca dimana pengunjung bebas mengikuti dan berinteraksi dengan beberapa pertanyaan. Ada 2 special event serta 2 workshop bertema kopi dan fotografi yang diadakan di lokasi yang berbeda, book launching oleh Kevin Soemantri, 2 film screening yakni Tabula Rasa dan Eat Drink Man Woman pada malam hari dan disertai Market / Pasar Malam yang dibawakan oleh Chef Barra ditemani Janet DeNeefe yang merupakan founding event ini. Sore itu keduanya juga membagikan sajian rendang dan iga bakar yang harumnya menggoda selera.
Hari kedua, 6 Juni, tidak seperti kemarin yang cerah, cuaca di Ubud sedikit menggantung disertai gerimis ringan. Padahal sesi acara dimulai lebih pagi dengan kegiatan yoga. Lebih pagi, peserta yang telah mendaftar lebih dulu mengikuti food tour / jalan-jalan yang membawa mereka menuju ke kediaman tiga legenda kuliner Bali antara lain Ibu Oka (babi guling), Bapak Rimpin (bebek betutu) dan Bapak Sanur (Ayam Betutu). Acara dilanjutkan seperti biasa dengan cooking demo yang dibawakan oleh Rahung Nasution yang dijuluki cult-cooking hero ini menyuguhkan Exotic Prawn Pinadar Black Sauce, sementara Janice Wong kembali dengan hidangan manisnya. Berikutnya, menikmati bebek ungkep dari Jon Priadi serta diakhiri lembutnya sajian kambing ala Mandif Waroka. Sesi Masterclass dimulai oleh Ryan Clift, pendiri The Tippling Club yang akan mempresentasikan tiga menu dari restauran tersebut. Janice Wong juga kembali menyuguhkan ice cream dengan hijau yang menggoda. Dan terakhir, bersama Antoine Olivain membawa peserta menikmati sensasi magis dari dunia wine. 2 workshop bertema penulisan resep dan bisnis kopi dan 2 Special Event juga berlangsung di lokasi yang berbeda, sementara Taman Baca akan diisi food forum bertemakan Everything is Enak, Coconuts and Coffee, Foodbloggers, The Drip Feed yang diisi sejumlah narasumber termasuk pelopor istilah maknyuss, Pak Bondan Winarno. Ada juga Ibu Amanda Niode, pendiri Omar Niode. Lalu ada Instagram's famous name seperti Bayu Amus, owner of Epicurina's blog ditemani Billy Oscar dan Dade Akbar, pemilik akun Warteg Gourmet yang juga mendemonstrasikan secara langsung di sesi Market. 2 film screening mengikuti menampilkan The Hundred-Foot Journey serta Filosopi Kopi yang diam-diam memberi kejutan dengan hadirnya salah satu pemain, Rio Dewanto.
Hari ketiga, 7 Juni, dimulai dengan Yoga dan dilanjutkan Sunday Farmer's Market. tidak ketinggalan book launching mengenai rahasia masakan legendaris Jawa. Cooking demo dibuka oleh Dave Pynt dengan sajian menu barbeque , Ryan Clift menyuguhkan sajian cocktail bergaya modern, Penelope Williams beranjak menggiring selera akan Sambal Matah, ada juga sesi Sambal cook-off dan diakhiri penampilan Tim Bartholomew dengan sajian yang memperpadukan esensi Timur dan Barat. Ada 3 sesi food forum, 3 workshop bertemakan healthy eating, fotografi dan kopi menemani peserta yang antuasias dan 3 spesial event yang salah satunya menandai pesta berakhirnya kegiatan Ubud Food Festival di sore harinya.
Antusiasme pengunjung maupun peserta begitu tampak dalam semua sesi, terutama yang berlangsung di area Taman Baca, Indus Restaurant dan lokasi sekitarnya yang menjadi tempat jujukan diadakannya Food Forum serta cooking demo, market dan film screening. Meski dari tempat duduk yang terlihat kebanyakan lebih didominasi oleh peserta dari luar Indonesia, semisal Eropa dan Filipina (sejauh yang saya tahu) dan sisanya lokal. Beberapa sesi juga diperbincangkan dalam bahasa Inggris dengan sesekali berbahasa Indonesia, mengingat banyaknya warga asing yang menyimak tidak semuanya memahami atau mengerti bahasa Indonesia.
Di sela jeda, pengunjung bisa memanfaatkan waktu untuk menunggu, berbincang dengan narasumber atau rekanan baru sekaligus bersantai dan menikmati food market yang berada di tengah-tengah area. Disana pengunjung bisa menikmati beragam menu dan sajian yang juga dijual *jujur saja seharusnya bisa lebih banyak dan bervariasi* Beberapa diantaranya juga termasuk gelato, chocolate dan kopi. Saya sempat mencicipi biji cokelat muda yang terasa seperti buah rambutan yang kecut segar. Juga merasakan burger dengan isi daging namun juaranya adalah sayuran segarnya karena sama sekali tidak berasa langu yang biasa dirasakan dari sayuran semacam wortel. Icip-icip lainnya tentu saja ketika mengikuti cooking demo dan night market yang juga menyajikan open demo seperti yang dilakukan Chef Bara dan Janet di malam pertama festival.
Akhir kata, Ubud Food Festival boleh dikata sebuah event yang sederhana namun berkelas. Menggaungkan Bali sebagai destinasi tak hanya wisata tetapi keberadaan kulinernya yang mampu menaikkan cita rasa kuliner Indonesia bagi setiap antusiasme yang mendukungnya. By food, because food, we're coming into one, and those day it's in Ubud.
Akhir kata, Ubud Food Festival boleh dikata sebuah event yang sederhana namun berkelas. Menggaungkan Bali sebagai destinasi tak hanya wisata tetapi keberadaan kulinernya yang mampu menaikkan cita rasa kuliner Indonesia bagi setiap antusiasme yang mendukungnya. By food, because food, we're coming into one, and those day it's in Ubud.
burgernya biasa sayurannya yang super enak...kriuk krenyes...
baca juga / also read :
0 komentar:
Post a Comment