Cooking Rice, Initial but So Basic



A healing but pure fragrance
Rebirth for the new day
As it smoking into blessing burn
Something rather be than we are only alone
Fogging in the mouthwatering tones
As it treating as dynamic flowing

can you hips my little pills
can you drunk of my massage
a tongue is tied for never lied
while we're wreathe like happy bird
in a bowl of nightingale


Pagi ini rasanya diingatkan hal-hal sederhana tetapi menyenangkan semisal... memasak nasi. Hah? Saya tahu, bagi sebagian orang mungkin terdengar konyol. Memangnya apa yang menyenangkan dari memasak nasi? Kayaknya semua orang bisa kok masak nasi? Memangnya nasi kayak apa sih yang luar biasa enak sampai sebegitu senangnya? Ah, lupakan pertanyaan yang muncul dari kisi-kisi otak kiri saya yang mendadak berduplikasi hanya karena melewati sebuah dapur dan mencium aroma harum nasi yang baru matang. Jadi, selain agak bingung memikirkan judul yang pas untuk membahas hal sederhana ini, saya masih sering bingung mana istilah yang lebih tepat, masak nasi atau menanak nasi, ya? Hmm.. sama sajalah toh hasilnya juga satu.

Bagi penggemar nasi, khususnya nasi putih, pasti pernah dong membayangkan mengendus aroma harumnya nasi yang baru saja matang, masih mengepul panas-panas uapnya mengundang selera (jadi bukan hidangan atau roti aja yang bisa mengugah selera) apalagi melihat hidangan yang tersaji disampingnya ternyata coock banget disantap bersama nasi....mmmh bikin ngeces! Selain kultur masyarakat Indonesia serupa dengan negera-negara di Asia lainnya yang menikmati nasi sebagai makanan pokok, banyak menu atau hidangan khas Indonesia yang memang sangat cocok -saya bilangnya- butuh, dengan nasi. Serasa kurang nikmat kalau menyantap hidangan bersambal, berkuah yang penuh bumbu bahkan hidangan mie sekalipun serasa kurang lengkap tanpa keberadaannya. Nah loh, siapa yang merasa belum makan kalau belum melahap nasi? 



Memasak nasi bisa jadi perkara gampang-gampang susah kalau tidak terbiasa. Ya, gampangnya karena bisa pakai rice-cooker jadi nggak perlu deh ada alasan males, ribet, toh kalau sampai kelaparan ya salahnya sendiri. Bandingkan kalau memasaknya menggunakan tungku atau dandang yang mungkin membutuhkan waktu lebih lama, panas api yang stabil dan diangkat tepat sebelum bagian bawah mulai gosong (aroma nasi gosong itu juga enak kok). Dengan rice cooker, kita hanya tinggal mencuci beras sampai bersih dan menakar air dengan pas, karena yang satu ini bisa jadi kegagalan yang sering menyusahkan bagi yang tidak terbiasa. Takaran air yang berlebih bisa membuat nasinya matang mblenyek alias lembek sebaliknya kalau kurang jadinya seret, kemratak atau kering hampir menyerupai tekstur nasi untuk nasi goreng dan pastinya, lebih banyak minum daripada makannya. Simpelnya, kalau gagal ya tinggal diteruskan dibuat bubur atau nasi goreng deh. ^^

Walau nggak eling *ingat* pertama kalinya belajar menanak nasi, saya ingat kenapa menikmatinya. Ketika itu perpindahan tempat study yang jauh dari orang tua memaksa harus bisa deh. Nasib anak kos kan tidak hanya berteman sama mie instan di akhir bulan, tetapi nasi sepiring penuh. Awal pertama kali dulu sering banget gagal, namanya juga belajar. Mulai dari cara mencuci beras, menakar air, semua harus telaten, itulah yang diajarkan oleh wanita tercantik yang melahirkan saya, meski hanya pakai rice cooker. Mencuci berasnya lebih baik dengan air mengalir perlahan sementara tangan berputar searah mengaduk lembut bertenaga. Lalu buang air yang telah mengeruh. Logika aja, kalau terlalu keras mengaduk beras ya akan hancur dan searah supaya tidak tercerai berai kemana-mana. Lakukan sebanyak tiga kali tergantung jumlah banyaknya beras yang dicuci juga hingga bersih. Tidak ada alasan kenapa musti tiga kali, tapi keseringan juga akan membuang serat beras dan wanginya hilang. Selain untuk menyaring lebih banyak kulit ari atau batu agar terbuang keluar. Umumnya kalau di restoran-restoran besar yang memakai banyak nasi, ada cara membiarkan beras direndam atau dalam wadah yang diisi air yang terus mengalir hingga bersih dengan sendirinya. Cara ini memang akan menghasilkan nasi yang lebih gemuk karena beras menyerap banyak air, hanya menurut orang tua ada mitos yang mengatakan sebaiknya tidak baik diterapkan di rumah karena membuat orang yang memakannya gampang lapar dan boros keuangannya (ya jelas boros kalau makan terus-terusan. Wah pantesan kali ya nasi di restoran cepet laku kalau pakai cara ini ya...entah benar atau tidak). Untuk menakar air, sebaiknya setelah meratakan beras dalam wadahnya. Usahakan tidak ada yang miring atau menonjol. Tuang air dua kali tinggi beras atau bisa diukur kira-kira setinggi satu ruas pertama jari telunjuk menyentuh beras. Tidak kurang tidak lebih agar dapat hasil yang pas, kecuali kalau memang mau dilebihin biar sedikit mbubur, silakan saja. Kalau saya pribadi sih, lebih baik agak mblenyek ketimbang kering, soalnya orang di rumah juga lebih suka makan nasi goreng yang pulen. Sebagai variasi, kalau menginginkan nasi yang gurih, air bisa diganti kaldu atau ditambahkan rempah-rempah seperti serai, bawang, selederi, daun salam, santan (kalau membuat nasi uduk atau liwet) dan membuat nasi jadi lebih beraroma.





Meski sudah terbiasa kadang juga saya masih sering meleset semisal ketika harus memasak beras dalam jumlah yang sangat sedikit atau lebih banyak dari takaran sehari-hari. Butuh latihan dan feeling yang terbiasa memasak nasi pulen yang sukses *sukses menggagalkan diet yang sudah dirancang hehe... Selain itu saya belajar rupanya jenis beras juga mempengaruhi hasil kematangan. Belajar bahwa tiap beras memiliki karakteristik yang berbeda. Terutama kalau mendapat beras baru (bukan baru dibeli, tetapi beras yang baru dari pasaran juga bukan brand kemasan) biasanya harus berhati-hati menambah/kurang airnya. Ibaratnya, seperti buah segar yang dikeringkan, mengandung air saat segar namun semakin lama semakin mengering kandungan airnya. Selain itu kita juga mengenal adanya nasi/beras merah, coklat dan beras yang bercampur biji-bijian, jenis beras Thailand, beras Jepang bahkan quinoa. Masing-masing memiliki cara perlakuan yang berbeda agar mendapatkan manfaat dan tekstur terbaiknya. 
Oia, satu hal lagi yang menantang saya untuk belajar, omelan Mama. Hehehe...


intermezzo :
Loh, cowok masak nasi? (mm menyesuaikan umur waktu dibilang begitu). Berawal dari satu pertanyaan yang datang dari seorang perempuan yang lebih tua. Dalam hati sih heran, lha emangnya salah? tapi sudahlah, masa mau ribut untuk hal sepele, karena mungkin bagi beberapa orang ada pemikiran kuno yang masih berlaku kalau masak nasi atau urusan dapur itu urusannya perempuan jadi ya kalau laki-laki ya ora pantes (nggak pantas) heheh senyum-senyum-in aja. Mungkin pada lupa kalau koki di dapur restoran yang mereka kunjungi malah laki-laki semua... Dan sama halnya memasak nasi walau sebatas memakai rice cooker, saya belajar ketidaktahuan membuat seseorang seperti nasi. Entah apakah kita akan menjadi nasi yang kering, seret sehingga menyusahkan orang lain di sekitar. Atau nasi yang terlalu lembek, yang justru tidak memiliki ketegasan karena sulit dibentuk dan menelan dengan mudah segala sesuatu dalam ketidaktahuan itu. Nasi juga mengajarkan kita agar tidak cepat puas, tetap lapar untuk memperbaiki diri melahirkan kehidupan yang lebih baik. Pada akhirnya, tidak ada yang lebih menyenangkan melihat orang-orang disekitar kita memakan nasi (apapun jenisnya) dengan lahap dan kenyang. Nasi menghidupkan sebuah hidangan, dan cara kita memasaknya menghidupkan kebahagiaan bagi yang menikmatinya. Bukankah begitu?

chopstick
mblenyek - mbubur : artinya berair, becek, lembek, seperti bubur
kemratak : artinya kering (garing), seret
eling : berarti ingat
ora pantes : artinya tidak pantas, tidak cocok, tidak layak
telaten : artinya teliti, mengerjakan dengan detil, serius

0 komentar:

Post a Comment

 

Popular Posts

instagram me

THX4Visiting & Please :)

THX4Visiting & Please :)

Followers